Kamis, 01 November 2012

Kekuatan Film Pengkhianatan G30S/PKI Luar Biasa

TEMPO.CO, Jakarta - Film Pengkhianatan G30S/PKI adalah salah satu film yang berhasil menyedot penonton terbanyak. Data Peredaran Film Nasional menyatakan karya berdana Rp 800 juta itu menjadi film terlaris pertama di Jakarta pada 1984, dengan jumlah penonton 699.282 orang.

Secara sinematografi, banyak yang mengakui karya seni arahan Arifin C. Noer ini. “Kekuatan film luar biasa, banyak orang menerima film Pengkhianatan G30S/PKI sebagai representasi kenyataan,” ujar sejarahwan Hilman Farid dalam surat elektronik yang diterima Tempo, Kamis, 27 September 2012.

Menurut Hilmar, film tersebut telah berhasil membuat generasi muda mengira apa yang terjadi di masa lalu seperti yang ada di film. “Jangankan film sejarah, kadang sinetron yang ditonton itu dipercaya benar adanya,” ujar peneliti dari Indonesia Institute of Social History ini. Buktinya adalah banyak pemain sinetron yang acap dimarahi di pasar karena mereka membawakan peran antagonis. Kemarahan penikmat sinetron, ia melanjutkan, memang sungguhan karena mengira yang ditonton itu nyata.

Pada kasus film Pengkhianatan G30S/PKI, ia menguraikan, ada campur tangan kepentingan politik. Intervensi itu mengeksploitasi ketidaktahuan atau kesalahpahaman untuk mendapatkan apa yang diinginkan. “Film menjadi sarana yang efektif untuk kepentingan semacam itu,” ujar Hilmar.

Pendapat Hilmar serupa dengan pemeran Soeharto dalam film tentang pembunuhan para jenderal itu, Amoroso Katamsi. “Memang tayangan audio visual itu lebih mudah untuk memasukkan gagasan, idea, atau ideologi,” ujar dokter kesehatan jiwa ini. Maka, tak ayal, dulu pemerintah Indonesia di era Orde Lama sempat melarang masuknya sejumlah film barat.

Ia mencontohkan, pengaruh film terhadap kehidupan salah satunya adalah jin, celana berbahan denim. Waktu itu, jin belum masuk ke Indonesia. Tapi, ketika film-film Amerika membanjiri Indonesia dengan membawa gaya berpakaian bahan jin, mulailah produk itu ikut mejeng di toko-toko pakaian. “Banyak hal yang bisa mempengaruhi penonton. Apalagi, kalau terus menerus dijejalkan,” ujar Amoroso.

Melalui film, dia melanjutkan, menjadi cara yang ampuh untuk menyebarluaskan dan memasukkan ide, gagasan, dan ideologi. Sebab, pemerintah merasakan bagaimana sulitnya menumpas gerakan komunis ketika terjadi pemberontakan pertama pada 1948 di Madiun. “PKI (Partai Komunis Indonesia) pernah berkhianat, “ ujar dokter yang juga tentara ini. Maka, menurutnya, wajar pemerintahan Orde Baru berusaha menumpas paham komunisme dengan segala cara dan biaya yang besar, termasuk lewat film berdana Rp 800 juta ini.
TEMPO.CO, Jakarta - Film Pengkhianatan G30S/PKI adalah salah satu film yang berhasil menyedot penonton terbanyak. Data Peredaran Film Nasional menyatakan karya berdana Rp 800 juta itu menjadi film terlaris pertama di Jakarta pada 1984, dengan jumlah penonton 699.282 orang.

Secara sinematografi, banyak yang mengakui karya seni arahan Arifin C. Noer ini. “Kekuatan film luar biasa, banyak orang menerima film Pengkhianatan G30S/PKI sebagai representasi kenyataan,” ujar sejarahwan Hilman Farid dalam surat elektronik yang diterima Tempo, Kamis, 27 September 2012.

Menurut Hilmar, film tersebut telah berhasil membuat generasi muda mengira apa yang terjadi di masa lalu seperti yang ada di film. “Jangankan film sejarah, kadang sinetron yang ditonton itu dipercaya benar adanya,” ujar peneliti dari Indonesia Institute of Social History ini. Buktinya adalah banyak pemain sinetron yang acap dimarahi di pasar karena mereka membawakan peran antagonis. Kemarahan penikmat sinetron, ia melanjutkan, memang sungguhan karena mengira yang ditonton itu nyata.

Pada kasus film Pengkhianatan G30S/PKI, ia menguraikan, ada campur tangan kepentingan politik. Intervensi itu mengeksploitasi ketidaktahuan atau kesalahpahaman untuk mendapatkan apa yang diinginkan. “Film menjadi sarana yang efektif untuk kepentingan semacam itu,” ujar Hilmar.

Pendapat Hilmar serupa dengan pemeran Soeharto dalam film tentang pembunuhan para jenderal itu, Amoroso Katamsi. “Memang tayangan audio visual itu lebih mudah untuk memasukkan gagasan, idea, atau ideologi,” ujar dokter kesehatan jiwa ini. Maka, tak ayal, dulu pemerintah Indonesia di era Orde Lama sempat melarang masuknya sejumlah film barat.

Ia mencontohkan, pengaruh film terhadap kehidupan salah satunya adalah jin, celana berbahan denim. Waktu itu, jin belum masuk ke Indonesia. Tapi, ketika film-film Amerika membanjiri Indonesia dengan membawa gaya berpakaian bahan jin, mulailah produk itu ikut mejeng di toko-toko pakaian. “Banyak hal yang bisa mempengaruhi penonton. Apalagi, kalau terus menerus dijejalkan,” ujar Amoroso.

Melalui film, dia melanjutkan, menjadi cara yang ampuh untuk menyebarluaskan dan memasukkan ide, gagasan, dan ideologi. Sebab, pemerintah merasakan bagaimana sulitnya menumpas gerakan komunis ketika terjadi pemberontakan pertama pada 1948 di Madiun. “PKI (Partai Komunis Indonesia) pernah berkhianat, “ ujar dokter yang juga tentara ini. Maka, menurutnya, wajar pemerintahan Orde Baru berusaha menumpas paham komunisme dengan segala cara dan biaya yang besar, termasuk lewat film berdana Rp 800 juta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar